cerpen
Diposting oleh alika , Sabtu, 22 Mei 2010 00.04
Air dan Api
Apabila kupandang air muka ayah , aku merasa senang . Mukanya bersih karena berkali-kali dicuci apabila mengambil air sembahyang .
Dahinya mengkilap karena sering sujud pada tikar sembahyang . Bahkan … Aku kadang-kadang terheran-heran mengapa ayah mengambil air sembahyang , meskipun tidak hendak sembahyang .
Pernah kutanyakan , tapi ayah hanya tersenyum.Hingga satu kali…
Adikku Ismail menumpahkan tinta sehingga hampir semua bukuku terkena .
Bukan main marahku . Seolah-olah hendak kubalikkan saja meja karena amarah .
“Ibnu , ambillah air sembahyang … “
Aku memandang ayah tak mengerti .
“Masih lama waktu Isa , Pak … “
“Kerjakan saja apa yang ku suruh …. Ismail , ambil lap .
Sebelum itu kumpulkan buku-buku yang kena tinta .”
Waktu itu aku menurut . Dengan hati yang mengkal aku menimba air dan berwudhu .
Air yang dingin itu sejuk menyirami tanganku , mukaku, telingaku.
Amarahku seolah-olah tersapu bersih dan dalam ketenangan aku merasa terlanjur telah marah-marah .
Aku iba hati melihat Ismail sendiri membenahi meja yang porak poranda .
Pasti tak sengaja Ismail berbuat ceroboh , menumpahkan tinta .
Ketika aku sampai di ruangan belajar lagi , ayah berkata : “Buku-bukumu yang terkena tinta , kuganti …”
Ayah memberiku buku-buku tulis dari persediaannya .
“Nah , tak perlu marah bukan ? Marah tidak menyelesaikan persoalanmu . Ismail berbuat itu tidak sengaja . Ia sudah minta maaf tentunya . Mengapa kau harus marah dan bukan berusaha menyelamatkan buku-bukumu dari kemungkinan terkena tinta ?”
Aku diam .
“Marah itu berasal dari setan , dan kau tahu setan itu berasal dari api … karena itu harus disiram air . Itulah mengapa kau kusuruh mengambil air sembahyang … “
Aku tersenyum mengulurkan tangan kepada Ismail ;
“Lain kali hati-hati , ya Bung … “
Ismail tersenyum pula , Selesai .
Posting Komentar